Benih Lamtoro

Benih Leucaena leucocephala atau Lamtoro, petai cina, atau petai selong

Kategori : polong-polongan

Deskripsi :

Pohon atau perdu memiliki tinggi hingga 20m, meski kebanyakan hanya sekitar 2-10 m. Percabangannya rendah dan banyak, dengan pepagan berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-rantingnya berbentuk bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.

Daunnya majemuk dan berbentuk menyirip rangkap, siripnya berjumlah 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah; daun penumpu kecil, bentuk segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang, 6-16(-21) mm × 1-2(-5) mm, dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.

Bunganya majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12–21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecil-kecil, berbilangan-5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas

Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14–26 cm × 2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kehijauan atau coklat tua apabila kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Buah lamtoro mengandung 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang atau bundar telur terbalik, dengan warna coklat tua mengkilap yang berukuran 6–10 mm × 3-4,5 mm. Bijinya mirip petai, namun berukuran lebih kecil dan berpenampang lebih kecil.

Penyebaran : Lamtoro berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, dan dari situ kemudian menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina pada akhir abad XVI. Dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia. Lamtoro ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.

Lamtoro mudah beradaptasi, dan dengan cepat tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies)nya, yakni:

  • Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang disebarluaskan oleh bangsa Spanyol. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
  • ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta;
  • ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.

 

Habitat : Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30 °C); ketinggian di atas 1000 m dpl dapat menghambat pertumbuhannya. Tanaman ini cukup tahan kering dan bisa ditanam di mana-mana, termasuk di wilayah dengan curah hujan antara 650—3.000 mm (optimal 800—1.500 mm) pertahun. Namun, tumbuhan ini tidak dapat tumbuh dalam genangan air.

Bisa ditanam dalam keadaan tanah apa saja, mudah beradaptasi dengan iklim setempat, tanaman lamtoro mudah diperbanyak dengan biji yang sudah tua, setek batang, dan dengan pemindahan anakan. Karena mudah bertumbuh, di banyak tempat lamtoro seringkali merajalela menjadi gulma. Tanaman ini pun mudah tumbuh; setelah dipangkas, ditebang atau dibakar, tunas-tunasnya akan tumbuh kembali dalam jumlah banyak.

Manfaat : Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13–18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ per hektare per tahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.[13] Jika ditanam di dekat-dekat pohon lainnya, maka pohon di sampingnya akan kekurangan sinar matahari. Oleh sebab itu, biasanya lamtoro/petai cina ditanam sebagai pohon pelindung/peneduh, dan untuk menanggulangi terjangan angin ribut. Tumbuhan ini juga dapat dipakai untuk pupuk hijau -dengan cara membenamkan daun pangkasnya sebagai pupuk dalam tanah-

Pemanfaatan lamtoro sebagai rambatan hidup tanaman vanili (1920-1930)

Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3–10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, vanili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao. Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik.